Translate

Jawaban Tuhan Dari Dalam Badai

Jawaban Tuhan dari dalam badai – Kitab Ayub merupakan kitab yang amat tua. Tapi persoalan yang digelutinya, tak pernah lapuk oleh usia. Sebab yang dibahasnya adalah persoalan semua orang, yakni persoalan kita, kini, dan di sini. Tokoh sentral dalam kitab ini adalah Ayub. Ayub: tokoh sejarah yang nyata dan peristiwa yang dicatat dalam kitab ini adalah peristiwa sejarah yang nyata pula.

Buktinya:
(1) Tempat terjadinya peristiwa di ‘tanah Us (1:1) termasuk wilayah Edom yang terletak di bagian tenggara Laut Mati atau di sebelah utara Arabia (bdk. Rat. 4:21).
(2) Ayub memiliki isteri, 10 anak, dan sahabat-sahabat. Pembahasan Dalam kitab ini, Ayub diperkenalkan sebagai seorang yang “saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahata” (1:1). Dia juga seorang yang kaya raya. Melalui tokoh Ayub ini, sesungguhnya Allah ingin memperlihatkan tipe seorang yang “ideal” dan berkenan di hati-Nya.

Seorang teolog pernah berkata, “Kalau ada manusia di muka bumi ini yang tidak pantas menderita akibat perbuatannya, orang itu adalah Ayub”. Tapi apa yang terjadi? Dalam sekejap, semua kekayaan Ayub lenyap. Seluruh anggota keluarganya musnah, kecuali istrinya. Tapi kemudian terbukti, istrinya itu cuma menambah depresi sang suami. Lalu kesakitan menjamah langsung tubuh Ayub. Ia dibuat menderita sangat oleh penyakit kulit yang hebat, yang menyerangnya dari ubun-ubun kepala sampai ke telapak kaki.


Hanya dalam hitungan hari -- mungkin jam -- seluruh kutuk neraka seolah-olah ditumpahkan ke setiap relung kehidupan Ayub. Tanpa ada yang disisakan atau di “dispensasikan”. Namun yang paling menyakitkan bagi Ayub, bukanlah itu semua, melainkan “rasa ditinggalkan” dan “rasa dikhianati”. Itu sebabnya, kitab Ayub menggumuli pertanyaan sentral manusia sepanjang masa, “Jika Allah itu adil dan penuh kasih, mengapa diizinkan-Nya orang yang sungguh-sungguh benar seperti Ayub menderita demikian hebat?”.

Dengan kata lain, “MENGAPA ORANG BENAR MENDERITA?” Selama ini Ayub percaya dan mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah yang pengasih dan adil. Tapi apa yang ia alami? Seratus persen bertolak belakang! Karena itu, seperti kita, wajarlah bila yang secara spontan meluap dari hatinya dan terucap dari mulutnya, adalah pertanyaan: “Mengapa semua ini?” Mengapa saya? Apa salahku? Apa sih yang sesungguhnya dimaui Tuhan? 

Kepada Ayub disajikan dua pilihan jawaban, yang semuanya ditolaknya mentah-mentah. Pilihan pertama diberikan oleh teman-temannya (Elifas, Bildad, Zofar, & Elihu – pasal 3 s/d 37) dan pilihan kedua dikemukakan oleh sang istri (2:9-10). Sungguh menarik mengikuti perdebatan antara Ayub dan teman-temannya. Emosi Ayub sering meledak-ledak.

Sebaliknya, sahabat-sahabatnya tetap tenang, dingin, rasional. Pandangan teologi mereka pun jernih, teguh, “sehat”. Orang sering tergoda lebih sepakat dengan para sahabat, ketimbang dengan Ayub. Yang menarik adalah, Tuhan lebih berpihak kepada Ayub ketimbang kepada para sahabat, walaupun para sahabat itu dengan gigihnya membela Allah (42:7). Selama keluh kesah Ayub direspon (ditanggapi) dalam dialog seputar penderitaan yang dialaminya dengan sahabat-sahabatnya, selama itu pula kelihatannya Allah tetap diam dan tidak berbicara serta berbuat apa-apa.

Padahal Ayub sudah mengungkapkan secara terus terang kepada Allah apa yang ia alami dan ia juga bertanya kepada Allah mengapa ia mengalami penderitaan yang berat ini, karena Ayub merasa dirinya benar, saleh, dan tidak bersalah. Jadi menurut Ayub, tidak seharusnya ia mengalami penderitaan yang sehebat itu. Itu sebabnya, menurut Ayub, Tuhan tidak adil dan tidak peduli kepadanya. Benarkah Tuhan tetap diam, tidak adil, dan tidak peduli kepada Ayub?

Jawaban Tuhan Kepada Ayub Pasal 38 ini berisi tentang jawaban Tuhan terhadap Ayub. Namun sebelum Allah menjawab, Allah terlebih dahulu berkata kepada Ayub, “Bersiaplah engkau sebagai laki-laki, Aku akan menanyai engkau, supaya Engkau memberitahu Aku” (ay. 3). Perkataan ini cukup keras dan tegas yang bertujuan untuk mengarahkan Ayub supaya tunduk di hadapan Allah yang berkuasa, dan jangan melihat persoalannya dengan menggunakan pemahamannya yang dangkal dan sempit. Apa saja yang diungkapkan dalam nats ini?

1. Tuhan menjawab Ayub dalam badai.
Istilah ‘badai’ dalam Perjanjian Lama sering dipakai untuk menggambarkan situasi saat di mana Tuhan menjawab umat-Nya (bdk. Kisah Elia yang menunggu jawaban Allah dalam badai). Maksud ‘badai’ dalam nats ini menunjukkan kedahsyatan, kekuasaan, dan keagungan Tuhan. Di sini, Tuhan meminta pertanggungjawaban Ayub atas segala perkataan yang ia ucapkan. Intinya, apa yang diucapkan Ayub tidak disertai dengan pengetahuan yang benar tentang Allah yang berkuasa mengatur alam semesta. Jadi, sebenarnya Ayub tidak perlu menyesali segala yang terjadi atas dirinya.

2. Tuhan berbicara kepada umat-Nya melalui penderitaan.
Jika Allah hadir di dalam badai, jangan berpikir bahwa itu tanda kemurkaan. Bisa saja menurut pikiran Ayub, kehadiran badai menjadi tanda bahwa Allah akan menghancurkannya. Namun kenyataannya, Ayub hanya mengalami ujian iman dan penderitaannya adalah pencobaan dari Iblis.

Kesimpulan
1. Penderitaan (badai kehidupan) adalah sesuatu yang pasti dialami setiap manusia, termasuk orang percaya. Tuhan tidak pernah menjanjikan langit selalu biru, atau hidup tanpa masalah, namun Ia berjanji akan selalu menyertai kita (imanuel).
2. Milki sikap yang benar saat mengalami badai kehidupan. Jangan kuatir, cemas, putus asa, bahkan jangan sampai menyalahkan Tuhan. Ada maksud Tuhan yang mulia dan berharga di balik penderitaan (badai kehidupan) yang kita alami.

3. Sekalipun kita belum sempurna dalam menyikapi setiap penderitaan (badai kehidupan), Tuhan tetap berkenan menyatakan kuasa, berkat, dan pertolongan-Nya kepada kita. Dia tetap berkenan hadir untuk meredakan badai kehidupan yang sedang menimpa kita.
4. Badai kehidupan justru memberikan kesempatan kepada kita untuk memiliki iman yang semakin dimurnikan, sekaligus menjadi jalan bagi kita untuk semakin melihat, merasakan, dan menikmati Kemahakuasaan Tuhan dalam hidup kita. 
Baca juga: Rahasia Mengalami Kepuasan Hidup.

Post a Comment for "Jawaban Tuhan Dari Dalam Badai"